Friday, August 2, 2013

Perekonomian Status Quo 2013


Seputar Indonesia, Jum'at, 28 Desember 2012





Adakah hal menarik perekonomian kita 2013? Tampaknya tak ada yang akan terlalu mengejutkan. Terutama dari sisi kebijakan. Nuansa perekonomian 2013 akan bersifat status quo. Padahal, tantangannya tak ringan dan diliputi banyak ketidakpastian. Semestinya pemerintah agak berani mengambil langkah progresif demi kemajuan perekonomian kita dalam jangka panjang. Dari sisi pertumbuhan, sepertinya tak akan jauh berbeda dengan kinerja 2012. Dari sisi kontribusinya, permintaan domestik dan investasi masih akan dominan.
Jika 2012 pertumbuhan ekonomi tumbuh sekira 6,3 persen, proyeksi pertumbuhan 2013 berada pada kisaran yang cukup lebar. Komite Ekonomi Nasional (KEN) memprediksi pertumbuhan 2013 antara 6,1-6,6 persen. Versi pemerintah yang masih belum direvisi sebesar 6,8-7,2 persen. Bank Indonesia (BI) memiliki perkiraan antara 6,3- 6,5 persen. Terlepas dari bervariasinya proyeksi pertumbuhan, namun konsensusnya cukup jelas, perekonomian kita akan tumbuh paling kurang enam persen. Laju inflasi agak sulit diprediksi, karena terkait dengan beberapa hal lain yang krusial. Jika harga bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan, tentu laju inflasi meroket. Namun jika tidak ada kebijakan yang drastis, tingkat kenaikan harga bisa ditahan di kisaran lima persen. Tampaknya pemerintah cenderung mempertahankan inflasi yang relatif rendah.
Alasannya, untuk menjaga momentum permintaan domestik agar tetap tinggi peranannya dalam perekonomian. Apa risikonya jika pola kebijakan yang diambil bersifat moderat dan cenderung mempertahankan status quo? Kita akan kehilangan kesempatan dalam jangka menengah dan panjang, karena tidak ada perubahan struktural dalam hal produktivitas dan daya saing.
Tantangan Pokok
Paling kurang ada dua tantangan yang menghadang pada 2013 ini. Pertama, dampak dari kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang mulai terasa akibatnya. Banyak perusahaan yang menyatakan tak mampu menanggung kenaikan UMP yang kenaikannya rata-rata 40 persen. Bahkan di beberapa daerah ada yang naik 70 persen. Perselisihan antara pengusaha dan buruh sepertinya masih akan terus berlanjut, sehingga kondisi ketenagakerjaan masih belum akan stabil. Padahal, persoalan perburuhan kita sudah dianggap buruk, paling tidak oleh survei tahunan laporan daya saing global (global competitiveness report) yang diterbitkan oleh Forum Ekonomi Dunia yang berbasis di Davos, Swiss. Pada 2010, daya saing perekonomian kita berada pada peringkat ke-44.
Tahun berikutnya melorot menjadi peringkat ke-46 dan pada survei terakhir 2012 kembali terjadi penurunan peringkat menjadi posisi ke-50. Dimensi perburuhan menjadi hal yang krusial. Faktor kerja sama pekerja dan buruh, peringkatnya ke-61, sementara faktor fleksibilitas dalam penentuan upah berada pada peringkat yang sangat buruk, yaitu ke-114. Jika kekisruhan perburuhan masih berlanjut pada 2013, bisa dipastikan peringkat daya saing kita akan sangat terbebani oleh faktor buruh. Kedua, persoalan yang juga krusial pada 2013 adalah soal subsidi BBM. Besaran subsidi akan melebihi Rp275 triliun dan akan menjadi komponen belanja terbesar. Padahal, belanja modal hanya mencapai Rp190 triliun. Artinya, kemampuan untuk membangun infrastruktur juga sangat terbatas.
Dari APBN proporsinya baru sekira dua persen terhadap PDB. Padahal, konsensus negara berkembang seharusnya memiliki pengeluaran infrastruktur sekira lima persen. Untuk itu, banyak diusulkan agar belanja subsidi, terutama BBM dikurangi dan belanja modal ditambah. Namun, persoalan penambahan biaya modal mungkin juga bukan solusi. Mengingat selama ini belanja modal tidak pernah dibelanjakan dengan baik. Ditargetkan 2012 ini belanja modal maksimal hanya bisa dibelanjakan 80 persen. Jika pemerintah tidak memperbaiki kinerja birokrasi serta mendorong pola kebijakan yang lebih progresif, belanja modal tidak pernah bisa dimanfaatkan dengan baik. Kebijakan UMP dan BBM seakan menjadi kunci penting dalam kerangka kebijakan secara umum pemerintah pada 2013. Jika pemerintah mampu membangun konsensus yang kuat untuk mengatasi dua tantangan itu, perekonomian kita akan mengalami transformasi cukup signifikan. Jika tidak, yang terjadi hanyalah status quo semata.
Perubahan Struktural
Kebijakan ekonomi yang bersifat status quo hanya akan meninabobokan kita dari tantangan yang sebenarnya. Kita cepat berpuas bisa tumbuh enam persen, dengan ditopang permintaan domestik dan alur modal asing, baik secara langsung maupun di pasar keuangan. Secara alamiah memang perekonomian Indonesia menjadi "darling" para investor global, sehingga arus investasi diperkirakan masih akan melaju kencang. Namun, sejatinya, apakah produktivitas dan saya saing akan mengalami perubahan mendasar? Di situlah tantangan utamanya. Jika pemerintah gagal melakukan transformasi perekonomian, sebenarnya kita akan terkatung-katung oleh dinamika global saja. Tatkala likuiditas mengalir terasa mendapat "berkah", tetapi ketika mereka pergi terasa mendapat "bencana". Tugas pemerintah adalah membawa bangsa ini secara sistematis terhindar dari bencana dan sekaligus mengolah potensi-potensi menjadi berkah.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mendorong BUMN-BUMN memanfaatkan likuiditas yang ada dengan cara menerbitkan surat utang atau menerbitkan saham. Jika itu dilakukan, likuiditas di pasar keuangan akan bertransmisi ke sektor riil. Dengan begitu, ada dua persoalan yang bisa diselesaikan secara bersamaan. Pertama, meningkatnya permintaan di pasar keuangan diimbangi dengan tambahan penawaran. Dengan begitu, volatilitasnya akan relatif lebih terjaga. Kedua, dana segar yang diperoleh dari pasar keuangan bisa mendanai pembangunan sektor riil, terutama infrastruktur. Pemerintah memang tak mampu membangun infrastruktur sendirian. Maka dari itu, BUMN perlu didorong untuk berpartisipasi mengembangkan program pembangunan infrastruktur. Jika diperlukan, ada penugasan khusus dari pemerintah melalui peraturan presiden atau peraturan pemerintah.Namun, pihak swasta juga harus dilibatkan.

Sebagaimana ditunjukkan, tanpa ada perbaikan dalam hal pasokan infrastruktur, produktivitas, dan daya saing kita sulit membaik. Maka tema besar yang bisa diangkat untuk tahun anggaran 2013 adalah peningkatan produktivitas dan daya saing bangsa melalui pembangunan infrastruktur dan pembenahan birokrasi. Tanpa keberanian untuk keluar dari jalur aman dan pola kebijakan status quo, nasib bangsa dalam jangka menengah tidak akan mengalami perubahan berarti. 2013 menjadi momentum yang krusial untuk melakukan perubahan mendasar. Semoga pemerintah masih memiliki keberanian untuk melakukan perubahan, mengingat setahun lagi akan terjadi pemilihan umum. A PRASETYANTOKO: Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Ilmu Komunikasi, Unika Atma Jaya, Jakarta

No comments:

Post a Comment