Seputar
Indonesia, Jum'at, 28 Desember 2012
Adakah
hal menarik perekonomian kita 2013? Tampaknya tak ada yang akan terlalu
mengejutkan. Terutama dari sisi kebijakan. Nuansa perekonomian 2013 akan
bersifat status quo. Padahal, tantangannya tak ringan dan diliputi banyak
ketidakpastian. Semestinya pemerintah agak berani mengambil langkah progresif
demi kemajuan perekonomian kita dalam jangka panjang. Dari sisi pertumbuhan,
sepertinya tak akan jauh berbeda dengan kinerja 2012. Dari sisi kontribusinya,
permintaan domestik dan investasi masih akan dominan.
Jika
2012 pertumbuhan ekonomi tumbuh sekira 6,3 persen, proyeksi pertumbuhan 2013
berada pada kisaran yang cukup lebar. Komite Ekonomi Nasional (KEN) memprediksi
pertumbuhan 2013 antara 6,1-6,6 persen. Versi pemerintah yang masih belum
direvisi sebesar 6,8-7,2 persen. Bank Indonesia (BI) memiliki perkiraan antara
6,3- 6,5 persen. Terlepas dari bervariasinya proyeksi pertumbuhan, namun
konsensusnya cukup jelas, perekonomian kita akan tumbuh paling kurang enam
persen. Laju inflasi agak sulit diprediksi, karena terkait dengan beberapa hal
lain yang krusial. Jika harga bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan, tentu laju
inflasi meroket. Namun jika tidak ada kebijakan yang drastis, tingkat kenaikan
harga bisa ditahan di kisaran lima persen. Tampaknya pemerintah cenderung
mempertahankan inflasi yang relatif rendah.
Alasannya,
untuk menjaga momentum permintaan domestik agar tetap tinggi peranannya dalam
perekonomian. Apa risikonya jika pola kebijakan yang diambil bersifat moderat
dan cenderung mempertahankan status quo? Kita akan kehilangan kesempatan dalam
jangka menengah dan panjang, karena tidak ada perubahan struktural dalam hal
produktivitas dan daya saing.
Tantangan Pokok
Paling
kurang ada dua tantangan yang menghadang pada 2013 ini. Pertama, dampak dari
kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang mulai terasa akibatnya. Banyak
perusahaan yang menyatakan tak mampu menanggung kenaikan UMP yang kenaikannya
rata-rata 40 persen. Bahkan di beberapa daerah ada yang naik 70 persen. Perselisihan
antara pengusaha dan buruh sepertinya masih akan terus berlanjut, sehingga
kondisi ketenagakerjaan masih belum akan stabil. Padahal, persoalan perburuhan
kita sudah dianggap buruk, paling tidak oleh survei tahunan laporan daya saing
global (global competitiveness report) yang diterbitkan oleh Forum
Ekonomi Dunia yang berbasis di Davos, Swiss. Pada 2010, daya saing perekonomian
kita berada pada peringkat ke-44.
Tahun
berikutnya melorot menjadi peringkat ke-46 dan pada survei terakhir 2012
kembali terjadi penurunan peringkat menjadi posisi ke-50. Dimensi perburuhan
menjadi hal yang krusial. Faktor kerja sama pekerja dan buruh, peringkatnya
ke-61, sementara faktor fleksibilitas dalam penentuan upah berada pada
peringkat yang sangat buruk, yaitu ke-114. Jika kekisruhan perburuhan masih
berlanjut pada 2013, bisa dipastikan peringkat daya saing kita akan sangat
terbebani oleh faktor buruh. Kedua, persoalan yang juga krusial pada 2013
adalah soal subsidi BBM. Besaran subsidi akan melebihi Rp275 triliun dan akan
menjadi komponen belanja terbesar. Padahal, belanja modal hanya mencapai Rp190
triliun. Artinya, kemampuan untuk membangun infrastruktur juga sangat terbatas.
Dari
APBN proporsinya baru sekira dua persen terhadap PDB. Padahal, konsensus negara
berkembang seharusnya memiliki pengeluaran infrastruktur sekira lima persen.
Untuk itu, banyak diusulkan agar belanja subsidi, terutama BBM dikurangi dan
belanja modal ditambah. Namun, persoalan penambahan biaya modal mungkin juga
bukan solusi. Mengingat selama ini belanja modal tidak pernah dibelanjakan
dengan baik. Ditargetkan 2012 ini belanja modal maksimal hanya bisa
dibelanjakan 80 persen. Jika pemerintah tidak memperbaiki kinerja birokrasi
serta mendorong pola kebijakan yang lebih progresif, belanja modal tidak pernah
bisa dimanfaatkan dengan baik. Kebijakan UMP dan BBM seakan menjadi kunci
penting dalam kerangka kebijakan secara umum pemerintah pada 2013. Jika
pemerintah mampu membangun konsensus yang kuat untuk mengatasi dua tantangan
itu, perekonomian kita akan mengalami transformasi cukup signifikan. Jika
tidak, yang terjadi hanyalah status quo semata.
Perubahan Struktural
Kebijakan
ekonomi yang bersifat status quo hanya akan meninabobokan kita dari tantangan
yang sebenarnya. Kita cepat berpuas bisa tumbuh enam persen, dengan ditopang
permintaan domestik dan alur modal asing, baik secara langsung maupun di pasar
keuangan. Secara alamiah memang perekonomian Indonesia menjadi
"darling" para investor global, sehingga arus investasi diperkirakan
masih akan melaju kencang. Namun, sejatinya, apakah produktivitas dan saya
saing akan mengalami perubahan mendasar? Di situlah tantangan utamanya. Jika
pemerintah gagal melakukan transformasi perekonomian, sebenarnya kita akan
terkatung-katung oleh dinamika global saja. Tatkala likuiditas mengalir terasa
mendapat "berkah", tetapi ketika mereka pergi terasa mendapat
"bencana". Tugas pemerintah adalah membawa bangsa ini secara
sistematis terhindar dari bencana dan sekaligus mengolah potensi-potensi
menjadi berkah.
Salah
satu cara yang bisa dilakukan adalah mendorong BUMN-BUMN memanfaatkan
likuiditas yang ada dengan cara menerbitkan surat utang atau menerbitkan saham.
Jika itu dilakukan, likuiditas di pasar keuangan akan bertransmisi ke sektor
riil. Dengan begitu, ada dua persoalan yang bisa diselesaikan secara bersamaan.
Pertama, meningkatnya permintaan di pasar keuangan diimbangi dengan tambahan
penawaran. Dengan begitu, volatilitasnya akan relatif lebih terjaga. Kedua,
dana segar yang diperoleh dari pasar keuangan bisa mendanai pembangunan sektor
riil, terutama infrastruktur. Pemerintah memang tak mampu membangun
infrastruktur sendirian. Maka dari itu, BUMN perlu didorong untuk
berpartisipasi mengembangkan program pembangunan infrastruktur. Jika
diperlukan, ada penugasan khusus dari pemerintah melalui peraturan presiden
atau peraturan pemerintah.Namun, pihak swasta juga harus dilibatkan.
Sebagaimana
ditunjukkan, tanpa ada perbaikan dalam hal pasokan infrastruktur,
produktivitas, dan daya saing kita sulit membaik. Maka tema besar yang bisa
diangkat untuk tahun anggaran 2013 adalah peningkatan produktivitas dan daya
saing bangsa melalui pembangunan infrastruktur dan pembenahan birokrasi. Tanpa
keberanian untuk keluar dari jalur aman dan pola kebijakan status quo, nasib
bangsa dalam jangka menengah tidak akan mengalami perubahan berarti. 2013
menjadi momentum yang krusial untuk melakukan perubahan mendasar. Semoga
pemerintah masih memiliki keberanian untuk melakukan perubahan, mengingat
setahun lagi akan terjadi pemilihan umum. A PRASETYANTOKO: Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Ilmu
Komunikasi, Unika Atma Jaya, Jakarta
No comments:
Post a Comment