By Pazia Netz Senin, 05
April 2010
Tinggi
di atas tanah sebuah hutan, jauh di hutan dataran rendah berawa Papua, rumah
pohon menyapa mata penjelajah dari penjuru dunia. Rumah pohon di ketinggian
lebih dari 80 kaki di atas tanah. Ini adalah konstruksi rumah Kombai dan
tetangga Korowai, suku yang menghiasi tubuh mereka dengan tulang dan masih
menghitung kanibalisme di antara adapt mereka. Rumah pohon yang dibangun dengan
kayu yang diambil dari hutan sekitar tempat tinggal yang ingin mereka bangun
dengan menggunakan kapak yang terbuat dari batu. Rumah ini melindungi diri dari
panas dan serangga di bawah hutan belantara, melindungi mereka pula dari banjir
yang menghadang ketika musim hujan. Selain itu rumah ini memiliki fungsi yakni
sebagai benteng tempat berlindung ketika terjadi konflik antar suku.
Korowai
dan Kombai merupakan kelompok etnis yang berbeda, masing-masing dengan bahasa
mereka sendiri, tetapi mereka melakukan untuk mengelola dan juga berbagi
praktek-praktek budaya yang mirip. Mereka terampil berburu, orang yang berburu
mangsa termasuk kasuari dan babi hutan. Suku ini masih dalam perdagangan benda
seperti tulang perhiasan dan pisau, dan mungkin baru diperkenalkan kepada logam
dan ide pakaian di tahun 1970-an, ketika pertama misionaris tiba. Alat-alat
seperti bambu yang tajam digunakan untuk mengiris daging, kerang untuk
menampung air, dan air panas di batu tempat memasak.
Kanibalisme
juga hal yang umum dalam sejarah kedua suku Kombai dan Korowai. Untuk Kombai,
hal ini merupakan salah satu bentuk hukuman kesukuan, hanya dengan orang yang diidentifikasi
sebagai dukun, dibunuh dan dimakan oleh masyarakat sebagai persembahan untuk jiwa
dimakan oleh terdakwa. Kanibalisme penting dalam dunia gaib, mirip kepercayaan
untuk Korowai dan mungkin juga telah dilakukan sebagai bagian dari sistem
peradilan pidana mereka. Sepertinya pohon tidak dipercaya pada alam kematian,
tetapi kematian yang disebabkan oleh sihir juga diyakini menjadi penyebab
perang antar suku.
Babi
dalam budaya suku Kombai dan Korowai digunakan dalam penyelesaian sengketa- antara
keluarga, dan juga dikorbankan dalam kompleks ketika upacara dengan membiarkan darah
mereka ke dalam sungai sebagai korban ke salah satu dewa. Babi berperan dalam kehidupan
agama Korowai juga yang diisi dengan semua jenis roh di atas semua roh
leluhur mereka yang dikorbankan adalah binatang pada saat kesulitan.
Pesta
adat yang lebih baik dinikmati oleh Korowai dan Kombai adalah makan dari Sagu, makanan
lain yang lezat adalah tempayak dari kumbang Capricorn, yang merupakan hasil panenan
dari pohon sagu. Ungkapan untuk suku Kombai, orang asing sendiri yang
menyebutnya sebagai hantu, namun demikian hantu itu sendiri pernah menjadi
sebuah kenyataan konkret sebagai film petualangan dan membuat wisatawan merasa
keberadaanya di wilayah mereka. Tradisi ini menjadi daya tarik wisatawan asing
untuk berkunjung.
No comments:
Post a Comment