Wednesday, December 31, 2014

Dalam Ruang dan Waktu Aku Ada

Anda punya waktu, saya punya waktu, kita semua punya waktu dalam perjalanan hidup kita sehari-hari. Sehingga kita semua bisa mengenal dan merefleksikan bahwa ada hari kemarin, ada hari esok dan ada saat ini atau sekarang. Tetapi jika kita memperhatikannya secara seksama sebenarnya yang ada itu hanya masa sekarang atau kekinian, karena masa lampau sudah tidak ada lagi dia sudah lewat, masa depan belum ada karena hanya sebuah angan dan mimpi. Lalu bagaimana kita akan mengatakan bahwa hari kemarin dan hari esok itu ada kalau yang satunya tidak ada atau sudah lewat dan yang satunya lagi belum tentu datang atau belum ada? Selama persoalan waktu ini tidak kita persoalkan dan pertanyakan, seolah-olah dia sangat jelas bagi kita. Namun pada saat kita hendak merefleksikan dan mempertanggungjawabkannya, kita merasa berhadapan dengan sebuah pertanyaan yang terlalu sulit untuk dijawab.
Setiap kesadaran kita merekam apa yang terjadi dan dialami, kita menangkap masa sekarang yang singkat ini dalam bentuk gambaran-gambaran dan menyimpannya dalam memori ingatan kita. Kita menjadi sadar akan segala sesuatu dalam rentetan waktu yang datang dan berlalu. Waktu selalu ada dan berhubungan dengan kesadaran manusia, dengan proses mental untuk mengenal dan mengalaminya. Karena kelekatan dengan persoalan waktu ini, maka kelemahan kesadaran akan berakibat pula pada ketidaksanggupan memilah dan memilih waktu dalam ketiga dimensi tersebut.
Lalu seperti apa waktu itu dalam setiap hidup kita? Apa dia sekedar waktu yang bergulir begitu saja atau dia punya dimensi sendiri untuk setiap perjalanan hidup kita sehari-hari? Yang jelas bahwa setiap orang memaknai setiap dimensi waktu ini secara berbeda. Bisa jadi hal ini biasa saja tetapi ada juga yang menempatkan waktu dalam perhelatan hidupnya sebagai sebuah pemberian yang mahal harganya yang harus dijaga dan dimanfaatkan secara maksimal.
Setelah sekian lama bergulat bersama waktu dari hari kelahiranku hingga detik ini sudah begitu banyak waktu yang terlewatkan, pergi dan mengalir seirama dengan bertambahnya usiaku, seiring bergantinya hari dan tahun. Pada kesempatan ini kucoba mengambil kesempatan indah ini tuk kubuka kembali lembaran perjalanan hidupku halaman demi halaman, bait demi bait. Pada halaman tertentu kuberhenti mencoba membaca kembali dan mengingatnya; disana ada tawaria, kasih sayang mengalir dalam kebersamaan dengan orang-orang yang kucintai, masa-masa kecilku dulu, kenakalan semasa sekolah dulu. Semuahnya indah tuk dikenang kembali. Kemudian kuberanjak lebih jauh ke halaman dan bait berikutnya aku hanya bias tersenyum geli karena ada beberapa kekonyolan yang pernah kulakukan, pernah jadi kuli panggul, pernah berhenti dari sekolah karena sering absen dan bolos sekolah. Hampir setiap waktuku kulabukan dan kuhabiskan di sepanjang bibir pantai, bercanda bersama “pemburu ikan” dan bernyanyi bersama riak dan derunya ombak, karena kebiasaan ini aku biasa dipanggil “anak laut”. Hahahahaha…wajar saja karena keseringan tersengat matahari dan berendam di air garam kulitku menjadi lebih “hitam menyala” didukung lagi dengan warna rambutku yang mulai kuning pirang keemasan. Luar biasa indah dan memukau.
Kubuka kembali halaman demi halaman dan bait demi bait cerita hidupku, sampai pada halaman tertentu kuberhenti sambil menarik napas dalam-dalam dan kuhembuskan perlahan. Rasanya begitu berat untuk memulai membacanya dan mengingatnya kembali. Ingin kusobek dan kubuang lembaran hidup dalam cerita hidupku ini, kenapa halaman ini harus ada dalam bait-bait cerita ini? Untuk membaca kalimat awalnya saja aku tak sanggup apalagi membaca keseluruhan halaman dari bait-bait ini.
Kututup kembali buku hidupku ini tetapi sura dari kedalaman diriku berbisik lirih,” inilah adanya kamu dan keberadaanmu” setiap halaman memberi kontribusi bagi setiap bait-bait cerita hidupmu. Sekalipun itu menyakitkan dan memberi luka tetapi kamu harus bisa menerimanya. Tidak akan menjadi sebuah cerita yang utuh kalau lembaran hidup ini kamu sobek dan buang ke tong sampah. Karena pasti ada selembar atau bahkan beberapa halaman yang hilang darinya. Sehingga cerita ini menjadi kabur dan tak bermakna. Jadi biarkan saja halaman ini ada karena dia memberi penerang untuk halaman dan bait-bait cerita hidupmu selanjutnya.
Selesai dengan pergolakan ini kubuka kembali halaman tadi dan kubaca kembali dengan kebesaran jiwa, bergolak bersama semua rasa dalam kharibaan jiwa. Semua emosi terkerahkan tatkala kumulai membaca kata demi kata kalimat demi kalimat. Pada halaman cerita ini yang ada hanya air mata dan kepiluan yang menyayat hati. Cerita yang merubah semua angan dan cita-citaku kala itu. Dengan perlahan-lahan kucoba membacanya kembali, mungulangnya lagi sampai seluruh diriku dan ke dalaman jiwaku menjadi tenang dan damai. Mungkin ini yang kebanyakan orang bilang berdamai dengan diri sendiri bukanlah hal mudah. Butuh kematangan dan jiwa besar untuk menerimanya.

Setelah selesaih membaca halaman ini, kuberanjak dari “kedudukanku”, menyeduh segelas kopi hitam dan menyulut sebatang rokok dji sam soe. Kembali kurebahkan pantatku dan Kuangkat gelas itu, akupun menyeruput nikmatnya kopi hitam buatanku. Tidak ketinggalan sebatang rokok dji sam soe memberi arti sendiri akan nikmatnya aroma kopi di hari ini. Semuah energiku seperti di normalisasi kembali. Kemudian aku berpikir memang benar untuk sesuatu yang negatif dan menyakitkan terkadang lebih banyak menyedot perhatian dan energi kita sehingga kita lupa akan hal-hal lain yang lebih penting yang harus kita lakukan dan jalani. Hal ini kurasakan bedanya jika dibandingkan waktu membaca halaman dan bait-bait sebelumnya yang begitu panjang lebih terasa nyantai dan menyenangkan ketimbang membaca beberapa halaman yang memuat pengalaman tromatis dan kurang menyenangkan.

              

                                   Tersadar akan hal ini membuatku bertekat untuk lebih luwes dan rileks kalau memang nanti aku menemukan lagi halaman-halaman dalam cerita hidupku yang penuh dengan dukacita dan kenestapaan, aku harus lebih lapang dan tenang dalam membacanya.

Setelah menghabiskan segelas kopi dan sebatang rokok, kumulai membuka kembali lembaran demi lembaran, bait demi bait cerita hidupku semuanya begitu indah dan menarik tuk dibacakan kembali.
Pada halaman-halaman selanjutnya kutemukan beberapa penggalanan kalimat yang menggambarkan ketidak teraturan hidup yang terjadi. Banyak kecerobohan, hidup santai dan menunda-nunda kesempatan, banyak kealpaan dan lebih menuruti keinginan daging semata. Kenikmatan atas nama kebertubuhan yang selalu kucari. Sensasi kedagingan yang selalu menjadi pelipulara dikala keruwetan menerpa diri. Semuanya ini terjadi. Aku terhempas jauh dari kedalaman kenisa hatiku. Namun kekinianku mulai dihadang ketulusan dan kesungguhan hati dan selalu bertanya dengan gema kesahduan.

 “Mau kau kemanakan hidupmu kalau kau terus begini? Semua orang mencintaimu, semua orang menyayangimu. Tetapi kenapa kamu sendiri tidak menyayangi dirimu sendiri? Karena ketika kau menyia-nyiakan suara cinta-kasih dari sesamamu, kau menyia-nyiakan harapan keilahian yang Sang Hyang Widhi hadirkan dalam diri sesamamu. Terlepas dari kenyataan bahwa sesamamu manusia bukanlah kesempurnaan sejati, tetapi satu yang ku yakini dan kuimani bahwa sesamaku dan aku sendiri adalah bagian dari kesempurnaan sejati itu.
Kutarik napasku dalam-dalam, ketika kusampai pada lembaran dari halaman terakhir cerita hidupku. Kini aku duduk terpekur menatap sendu pada halaman-halaman selanjutnya yang masih berupa kertas kosong tanpa tulisan.

Aku adalah pencerita sekaligus penulis dari setiap perjalanan hidupku. Seperti apa nanti tulisan dan ceritanya, akulah yang menetukannya. Sebaik dan seburuk apa nantinya, akulah yang menjalaninya. Jadi jangan pernah kusia-siakan setiap waktuku. Jangan sampai ada lembaran yang tidak tergores ole guratan perjalanan dan perjuangan hidupku. Semuanya harus diisi, terlepas itu suka atau duka semuanya harus diterima dan dijadikan batu pijakan untuk ceritaku dihari yang akan datang.
Kututup kembali cerita hidupku, dan mencoba mengarahkan hati pada kebesaran Sang Pencipta, seraya bertelut penuh syukur, karena anugerah terindah akan kehidupan yang sudah Dia berikan. Allah sudah memberikan kehendak bebas yang sebebas-bebasnya kepadaku, untuk itu aku juga harus memberikan kebebasan itu untuk sesamaku yang lain. Karena toh pada akhirnya kita semua akan mempertanggungjawabkan kehendak bebas yang kita miliki itu, ketika segala yang ada pada kita diambil olehNya.

Refleksi Akhir Tahun 2014 & Selamat Datang Tahun 2015 Allah Bersamaku

No comments:

Post a Comment