Anda punya waktu, saya
punya waktu, kita semua punya waktu dalam perjalanan hidup kita sehari-hari.
Sehingga kita semua bisa mengenal dan merefleksikan bahwa ada hari kemarin, ada
hari esok dan ada saat ini atau sekarang. Tetapi jika kita memperhatikannya
secara seksama sebenarnya yang ada itu hanya masa sekarang atau kekinian,
karena masa lampau sudah tidak ada lagi dia sudah lewat, masa depan belum ada
karena hanya sebuah angan dan mimpi. Lalu bagaimana kita akan mengatakan bahwa
hari kemarin dan hari esok itu ada kalau yang satunya tidak ada atau sudah
lewat dan yang satunya lagi belum tentu datang atau belum ada? Selama persoalan
waktu ini tidak kita persoalkan dan pertanyakan, seolah-olah dia sangat jelas
bagi kita. Namun pada saat kita hendak merefleksikan dan
mempertanggungjawabkannya, kita merasa berhadapan dengan sebuah pertanyaan yang
terlalu sulit untuk dijawab.
Setiap kesadaran kita merekam apa yang terjadi dan dialami, kita menangkap masa sekarang yang singkat ini dalam bentuk gambaran-gambaran dan menyimpannya dalam memori ingatan kita. Kita menjadi sadar akan segala sesuatu dalam rentetan waktu yang datang dan berlalu. Waktu selalu ada dan berhubungan dengan kesadaran manusia, dengan proses mental untuk mengenal dan mengalaminya. Karena kelekatan dengan persoalan waktu ini, maka kelemahan kesadaran akan berakibat pula pada ketidaksanggupan memilah dan memilih waktu dalam ketiga dimensi tersebut.
Lalu seperti apa waktu
itu dalam setiap hidup kita? Apa dia sekedar waktu yang bergulir begitu saja
atau dia punya dimensi sendiri untuk setiap perjalanan hidup kita sehari-hari?
Yang jelas bahwa setiap orang memaknai setiap dimensi waktu ini secara berbeda.
Bisa jadi hal ini biasa saja tetapi ada juga yang menempatkan waktu dalam
perhelatan hidupnya sebagai sebuah pemberian yang mahal harganya yang harus
dijaga dan dimanfaatkan secara maksimal.
Setelah sekian lama
bergulat bersama waktu dari hari kelahiranku hingga detik ini sudah begitu
banyak waktu yang terlewatkan, pergi dan mengalir seirama dengan bertambahnya usiaku,
seiring bergantinya hari dan tahun. Pada kesempatan ini kucoba mengambil
kesempatan indah ini tuk kubuka kembali lembaran perjalanan hidupku halaman
demi halaman, bait demi bait. Pada halaman tertentu kuberhenti mencoba membaca
kembali dan mengingatnya; disana ada tawaria, kasih sayang mengalir dalam
kebersamaan dengan orang-orang yang kucintai, masa-masa kecilku dulu, kenakalan
semasa sekolah dulu. Semuahnya indah tuk dikenang kembali. Kemudian kuberanjak
lebih jauh ke halaman dan bait berikutnya aku hanya bias tersenyum geli karena
ada beberapa kekonyolan yang pernah kulakukan, pernah jadi kuli panggul, pernah
berhenti dari sekolah karena sering absen dan bolos sekolah. Hampir setiap
waktuku kulabukan dan kuhabiskan di sepanjang bibir pantai, bercanda bersama “pemburu
ikan” dan bernyanyi bersama riak dan derunya ombak, karena kebiasaan ini aku
biasa dipanggil “anak laut”. Hahahahaha…wajar saja karena keseringan tersengat
matahari dan berendam di air garam kulitku menjadi lebih “hitam menyala” didukung
lagi dengan warna rambutku yang mulai kuning pirang keemasan. Luar biasa indah
dan memukau.
Kubuka kembali halaman
demi halaman dan bait demi bait cerita hidupku, sampai pada halaman tertentu
kuberhenti sambil menarik napas dalam-dalam dan kuhembuskan perlahan. Rasanya
begitu berat untuk memulai membacanya dan mengingatnya kembali. Ingin kusobek
dan kubuang lembaran hidup dalam cerita hidupku ini, kenapa halaman ini harus
ada dalam bait-bait cerita ini? Untuk membaca kalimat awalnya saja aku tak
sanggup apalagi membaca keseluruhan halaman dari bait-bait ini.
Kututup kembali buku
hidupku ini tetapi sura dari kedalaman diriku berbisik lirih,” inilah adanya
kamu dan keberadaanmu” setiap halaman memberi kontribusi bagi setiap bait-bait cerita
hidupmu. Sekalipun itu menyakitkan dan memberi luka tetapi kamu harus bisa menerimanya.
Tidak akan menjadi sebuah cerita yang utuh kalau lembaran hidup ini kamu sobek
dan buang ke tong sampah. Karena pasti ada selembar atau bahkan beberapa
halaman yang hilang darinya. Sehingga cerita ini menjadi kabur dan tak
bermakna. Jadi biarkan saja halaman ini ada karena dia memberi penerang untuk
halaman dan bait-bait cerita hidupmu selanjutnya.
Selesai dengan
pergolakan ini kubuka kembali halaman tadi dan kubaca kembali dengan kebesaran
jiwa, bergolak bersama semua rasa dalam kharibaan jiwa. Semua emosi terkerahkan
tatkala kumulai membaca kata demi kata kalimat demi kalimat. Pada halaman
cerita ini yang ada hanya air mata dan kepiluan yang menyayat hati. Cerita yang
merubah semua angan dan cita-citaku kala itu. Dengan perlahan-lahan kucoba
membacanya kembali, mungulangnya lagi sampai seluruh diriku dan ke dalaman
jiwaku menjadi tenang dan damai. Mungkin ini yang kebanyakan orang bilang
berdamai dengan diri sendiri bukanlah hal mudah. Butuh kematangan dan jiwa
besar untuk menerimanya.
Setelah selesaih
membaca halaman ini, kuberanjak dari “kedudukanku”, menyeduh segelas kopi hitam
dan menyulut sebatang rokok dji sam soe. Kembali kurebahkan pantatku dan
Kuangkat gelas itu, akupun menyeruput nikmatnya kopi hitam buatanku. Tidak
ketinggalan sebatang rokok dji sam soe memberi arti sendiri akan nikmatnya
aroma kopi di hari ini. Semuah energiku seperti di normalisasi kembali.
Kemudian aku berpikir memang benar untuk sesuatu yang negatif dan menyakitkan
terkadang lebih banyak menyedot perhatian dan energi kita sehingga kita lupa
akan hal-hal lain yang lebih penting yang harus kita lakukan dan jalani. Hal
ini kurasakan bedanya jika dibandingkan waktu membaca halaman dan bait-bait sebelumnya
yang begitu panjang lebih terasa nyantai dan menyenangkan ketimbang membaca
beberapa halaman yang memuat pengalaman tromatis dan kurang menyenangkan.
Tersadar akan hal ini
membuatku bertekat untuk lebih luwes dan rileks kalau memang nanti aku menemukan
lagi halaman-halaman dalam cerita hidupku yang penuh dengan dukacita dan
kenestapaan, aku harus lebih lapang dan tenang dalam membacanya.
Setelah menghabiskan segelas kopi dan sebatang rokok, kumulai membuka kembali lembaran demi lembaran, bait demi bait cerita hidupku semuanya begitu indah dan menarik tuk dibacakan kembali.
Pada halaman-halaman
selanjutnya kutemukan beberapa penggalanan kalimat yang menggambarkan ketidak
teraturan hidup yang terjadi. Banyak kecerobohan, hidup santai dan
menunda-nunda kesempatan, banyak kealpaan dan lebih menuruti keinginan daging
semata. Kenikmatan atas nama kebertubuhan yang selalu kucari. Sensasi
kedagingan yang selalu menjadi pelipulara dikala keruwetan menerpa diri.
Semuanya ini terjadi. Aku terhempas jauh dari kedalaman kenisa hatiku. Namun
kekinianku mulai dihadang ketulusan dan kesungguhan hati dan selalu bertanya
dengan gema kesahduan.
“Mau kau kemanakan hidupmu kalau kau terus
begini? Semua orang mencintaimu, semua orang menyayangimu. Tetapi kenapa kamu
sendiri tidak menyayangi dirimu sendiri? Karena ketika kau menyia-nyiakan suara
cinta-kasih dari sesamamu, kau menyia-nyiakan harapan keilahian yang Sang Hyang
Widhi hadirkan dalam diri sesamamu. Terlepas dari kenyataan bahwa sesamamu manusia
bukanlah kesempurnaan sejati, tetapi satu yang ku yakini dan kuimani bahwa
sesamaku dan aku sendiri adalah bagian dari kesempurnaan sejati itu.
Kutarik napasku
dalam-dalam, ketika kusampai pada lembaran dari halaman terakhir cerita
hidupku. Kini aku duduk terpekur menatap sendu pada halaman-halaman selanjutnya
yang masih berupa kertas kosong tanpa tulisan.
Aku adalah pencerita
sekaligus penulis dari setiap perjalanan hidupku. Seperti apa nanti tulisan dan
ceritanya, akulah yang menetukannya. Sebaik dan seburuk apa nantinya, akulah
yang menjalaninya. Jadi jangan pernah kusia-siakan setiap waktuku. Jangan sampai
ada lembaran yang tidak tergores ole guratan perjalanan dan perjuangan hidupku.
Semuanya harus diisi, terlepas itu suka atau duka semuanya harus diterima dan
dijadikan batu pijakan untuk ceritaku dihari yang akan datang.
Kututup kembali cerita
hidupku, dan mencoba mengarahkan hati pada kebesaran Sang Pencipta, seraya
bertelut penuh syukur, karena anugerah terindah akan kehidupan yang sudah Dia
berikan. Allah sudah memberikan kehendak bebas yang sebebas-bebasnya kepadaku,
untuk itu aku juga harus memberikan kebebasan itu untuk sesamaku yang lain. Karena
toh pada akhirnya kita semua akan mempertanggungjawabkan kehendak bebas yang
kita miliki itu, ketika segala yang ada pada kita diambil olehNya.
No comments:
Post a Comment